Tuesday, February 26, 2008

~ 12 jam menuju Mandalawangi ~

27 november 2007.
~ INTRO ~
Tadinya aku berpikir semuanya akan berjalan biasa saja hari ini, tapi ternyata cerahnya mentari tidak turut menyinari pagiku. Setelah membaca 1 email, berita dukacita – ijinkan aku menyebutnya begitu – dan air mata lalu jatuh. Hah, hari ini akan berat, besok juga akan berat sepertinya..

~ The Article ~
”Io, mau naik gunung ga? ”
”Waaahh mau – mau, lagi rame niy anak-anak di rumah gwa, kapan Joe?”
”Hari ini, sekarang gwa masih di kantor, ada beberapa kerjaan yang harus dikerjain tapi kaenya makan siang ini kelar deh..”
”Hah, gila loe.. kemana?
”Mandalawangi..”
lalu ada obrolan sepihak diseberang sana.. lalu ”OK jo”

Jam 16.30 sore harinya aku sudah tiba di YSI Cibodas, menemukan segerombolan cowo-cowo yang sedang terlelap, bersahabat dengan dinginnya hawa kaki gunung. Hujan sempat turun sebentar, namun setelah itu cerah, bahkan kabut yang menutupi ketinggianpun tersingkap.. ”Wah kalo nanti malam jalan pasti bagus sekali karena ditemani cahaya bulan..” omongan Kang Heri itu benar-benar menghangatkan hati, disore yang dingin ini..

Selepas magrib dari Camp Montana kami memulai perjalanan sore ini. Selepas sebaris doa dipanjatkan bersama, headlamp yang sudah terpasang dari awal mulai bersinar menemani langkah-langkah yang rindu ketinggian itu..
Dari awal. Perjalanan ini memang untuk melepaskan penat, ngga ada yang diburu disini, menikmati tiap detik yang berlalu bersama teman seperjalanan..

Tiba di Panyangcangan semuanya sepakat menenangkan gombal-gembel yang bernyanyi di perut kami, cumi goreng tepung, chicken nouget dan soup krim menemani nasi putih, benar-benar menu buru-buru ya. Setelah itu ngobrol sejenak sambil menikmati mangga yang tadi asku sempat beli dan kemudian melanjutkan perjalanan. Berenam dan selalu berjalan bersama, menyenangkan sekali..
Kadang kita berhenti untuk menunggu seseorang menghangatkan badan dengan sebatang rokok, lalu disambung dengan seorang lagi.. akhirnya seringkali 30 menit ngga berasa..

12 malam, ato jam nol-nol ya, kita baru tiba di air panas. Berhenti lagi, katanya dalam perpindahan waktu seperti ini kita harus berhenti, ini aku baru tahu malam ini. Aku melihat seorang teman menunduk.. dia berdoa. Bibirnya komat kamit memanjatkan alunan kata yang hanya dia yang tau apa, tidak habis mereka mencengangkan aku hingga saat ini..

Tidak bertemu satu manusiapun dalam perjalanan ini, saat jam 2 subuh kami tiba di Kandang Badak pun lagi lagi kami putuskan untuk berhenti lagi. Perjalanan sesantai ini akan sulit ditemukan dalam perjalanan perjalananku menapaki ketinggian. Kita lalu duduk melingkar, satu ransel ditaro ditengah sebagai pengganti meja dan kartu pun dikeluarkan. Aku sudah sangat malas bergerak, hanga tersenyum melihat 2 lelaki yang giat menyusun trangia dan bersiap memasak mie instant. Aku dibagi minuman panas, ada juga juice buah, namun yang paling menyenangkan adalah mendengarkan perdebatan dan lelucon lelucon yang menari di udara, malam ini..

Aku taruh kepalaku di satu bahu, bahu yang kokoh, dan aku membiarkan mereka berkicau mengantarkan anganku terbang menjelajah angkasa. Masih –email – itu membuat mataku berkaca kaca, aku tidak mampu menhilangkan rangkaian kata-kata itu dari kepalaku. Diantara rumpun pepohonan diatasku, aku mencuri panddang pada rembulan yang setia tersenyum sepanjang jejak kaki melangkah.

Akhirnya pagi itu .. ..
Bersama cahaya mentari ..
Bersama embum yang beranjank pergi ..
Bersama 5 orang teman ..
Aku menapaki ketinggian itu lagi.

Selalu menyenangkan berada disini, di Mandalawangi, berbagi senyuman dan peluh dengan teman seperjalanan.
Saat ini, perjalanan kali ini adalah yang paling santai yang pernah terjadi, memakan waktu paling lama untuk akhirnya tiba di Mandalawangi, melewati saat menikmati dinginnya daging mangga lewat tenggorokan, menikmati hangatnya Mie instant di tengah malam, menikmati saat memberi semangat kepada teman untuk terus melangkah..
Menikmati hidup!
***

Thursday, February 14, 2008

.. Kampung Mandalawangi .. 106*58'52"T 06*44'12"S

08 February 2008



Langit makin gelap dan gerimis juga sudah mulai saat aku tiba di Terminal Kampung Rambutan. Aku telat, telat banget! Hah.. kenapa juga bisa pake acara kartu atm ketelan segala, jadilah di dompetku hanya tersisa uang 73 rebu, hingga kembali ke Jakarta nanti.
Sekarang udah jam 10 malam, dari tadi sunu udah telpon & sms, jadi begitu bus trans jakarta itu brenti aku bergegas mencari gerombolan yang pastinya udah ga sabar menunggu..

Begitu ketemu senneng banget rasanya, ada semud & sunu. Temennya semud yang 2 orang lagi makan katanya, begitu kelar kenal kenalan dengan Vera & Irene lalu langsung naik bus menuju ke Cianjur, karena kita akan berhenti di Puncak Pas..

Jam 00.15 kira-kira, kita sampe di Puncak Pass. Tadi sepanjang jalan begitu masuk kawasan puncak aku melihat kabut tebal banget, dari balik kaca bus.. Begitu bus berhenti dan kita melompat turun, tiba-tiba seperti ditumpahkan dari langit .. hujan turun. Rintiknya saling berpacu menyentuh bumi, membasahi kami. Tidak ada kesempatan untuk santai, aku mengangkat ranselku lalu langsung berlari menyeberang jalan menuju warung yang masih terlihat terang. Hah, sekejab.. namun kami kuyup!!

Mungkin ini namanya Badai!!

Hujan turun sangat deras, suara angin menderu-deru hingga membuat papan penunjuk jalan bergoyang tak tentu arah dengan liarnya, kabut berlari-lari bersama angin. Inikahah Badai.. hah, akhirnya kita bertemu!!

Kami memilih untuk menunggu, menunggu cuaca sedikit bersahabat. satu jam.. dua jam.. dan akhirnya jam 3 dia sedikit mereda. Gempuran anginnya tidak begitu gila lagi, dan kami putuskan mulai berjalan. O ya, anggota jalan tambah 1 orang, kebetulan tujuannya sama, dia mau menyusul temennya di Kampung Mandalawangi.

Jalan awalnya adalah aspal yang menanjak, dan belum lama berjalan hujan kembali membombardir. Untuk dapat berjalan lurus saja sulit rasanya, angin ini seperti ingin membawa kami terbang ke angkasa. Terkadang aku memilih berhenti dan berpegangan pada rumpun hijau di kiri-kananku, bahkan dengan beban ransel ini aku gamang menghadapi angin besar ini.. Tapi, ada saat aku lupa kalau itu sedang ada di tengah Badai, pertemuan pertama ini sangat menyenangkan hatiku, dinginnya tidak begitu terasa - tertutupi hangat yang ada dalam dada.
Ada masa aku tertegun, memandangi putihnya kabut dan tarian ilalang dihadapanku, dalam sejauh tikka plus ku dapat menjangkau!
Aaarrgghhh.. Tuhan, ini teramat indah!

Tidak lama berjalan kami bertemu shelter permanen, hanya muat untuk 1 tenda kapasitas 4 orang dan saat itu sudah ada tenda disana. Segera 1 orang temen seperjalanan yang tadi bertemu di warung menyapa dan akhirnya dia memutuskan tidak meneruskan perjalanan dan berteduh dulu. Mengingat kondisi perlengkapannya sepertinya berteduh memang yang terbaik untuknya saat ini, dan kami berlima kembali meneruskan perjalanan.

Berjalan kira-kita 20-30 menit kami menemukan tempat yang memungkinkan membangun tenda, semua bergerak cepat, dan sepertinya langitpun mengerti karena rintik hujan itu sedikit berkurang saat kami membangun tenda, dan kembali tumpah saat kami sudah di dalam. Malam ini, tidurku lelap sekali.. seperti selalu, saat aku keluar dari kungkungan tembok.

10 lewat aku baru terbangun.. dingin, malas bangun, namun bayangan tentang Kampung Mandalawangi selalu menari di kepalaku, aku putuskan keluar tenda dan mulai nyiapin sarapan pagi untuk semua orang. Membuka hari dengan kopi hangat & roti coklat, indah bukan. Lalu masak nasi, tumis buncis, telor dadar dan kering tempe.. nikmat benner.. O iya, saat nasi matang sekonyong-konyong sesosok mahluk cakep nongol di depan tenda ( seperti penampakan saja), Om cupi nongol.. nongol dengan menhirnya, ha ha dari tadi diomongin, akhirnya dia muncul juga.
jam 12-an, akhirnya semua udah beres, tenda sudah masuk dan perut sudah kenyang. We're ready to rock the world!!!

Satu yang tak berhenti menemani langkah kita adalah rintik hujan, setia sekali. Kira-kira 1 jam berjalan aku mulai dapat merasakan dingin yang merembes di pundakku, menandakan raincoat kuningku mulai kehilangan kemampuannya. ah, tapi mengingat semua perjalanan yang telah kita lalui bersama tidak akan secepat itu dia pensiun.
Jam 2an kita ketemu rombongan om Ijo, dessy dan agly yang sedang jalan turun, gillaaa.. kalo ditelaah dari kondisi wajah seakan-akan mereka baru aja melewati medan yang berrraaattt benjet!!! Hujan ini memang gila! Jadilah kita nge-riung sesaat & dua saat di jalan setapak, bertukar sedikir cerita, berbagi tawa, snack, rokok dan air.. lalu melanjutkan perjalanan.

Di ketinggian 1800an aku baru "ngeh" kalo ternyata sunu, semud & vera Januari kemaren udah kesini, tapi kampungnya ngga ketemu, di persimpangan jalan kita lalu buka peta lagi.. jelas sekali kalo mereka enggan memilih jalur belok yang kita pilih "itu sama aja, kemaren itu juga lewat situ" .. hemh.
Akhirnya peta dibuka.. aarrrgghhh konturnya ngga jelas sama sekali! Satu catatan penting ini, satu keteledoran yang parah banget, jalan dan petanya ngga jelas. Satu saat aku akan kembali ke tempat ini dan aku akan pastikan petanya benner!


"Ingat Joan, bersyukurlah kalo kali ini peta itu tidak begitu menentukan langkahmu.. jika kabutnya pekat dan jalan setapaknya tak jelas.. langkah selanjutnya mungkin tergantung Peta dan Kompas".



Dengan peta yang ada seadanya itu aku berusaha membaca kami ada dimana dan harus kemana. Akhirnya kami putuskan untuk ambil jalur yang sudah pernah dilewati sunu dkk, disatu titik kita akan misah dari jalur yang mereka lalui, dan titik itu tidak boleh salah. Aku lalu pindah jalan ke depan, di depanku hanya ada om cupi dan kita bergerak cepat di depan.. Akhirnya titik itu ketemu, jalan yang putus dan tidak mungkin dilewati karena ada pandan hutan besar menutup jalan. Om cupi coba ngecek ke kanan & ga mungkin, aku lalu memanjat tebing tanah di sebelah kiriku, diantara ranting pohon tumbang, bawa ransel gede pula, ngga mudah untuk naik. Begitu ada di atas jadi lebih baik, tidak ada jejak kaki bekas dilewati, tapi ternyata jalan sambungannya ada, hanya kira2 3 Meter yang terputus, tapi kalau tidak dilihat dengan baik memang akan memilih terus naik ke punggungan.
Sesuai dengan perkiraan, tidak lama kita ketemu dengan tim penjemput dari kp. mandalawangi, ada 3 orang cemcereme. ada yang sendal jepitan doanks, celana pendekan doang juga.. hah.. anak-anak muda ini.

Selanjutnya tinggal turun ke lembah, turun terus, namun tidak terlihat apa-apa, selain putih yang pekat itu. Konon, Kampung Mandalawangi ini berada di lembang yang dipagari gunung-gunung, jadi sudah sangat pantas kalo pemandangannya akan dahsyat sekali. Kalau tanpa kabut.
Begitu nyampe di lokasi Camp, penuh dengan orang-orang yang abis nge-camp dan siap untuk kembali ke peradaban, mereka kuyup. Ngga enak rasanya dipandangi begitu banyak mata.
Setelah mereka berangkat semua langsung bergerak.. diriin tenda dan masak air!

hujan memang beneran enggan berhenti, jam 6.30 semua udah beres makan. jam 7 semud, vera & Irene sudah menghangatkan sleeping bag. Aku, Sunu, Om Cupi, Om Asdath,dan 2 orang anak muda masih bertahan dibawah fly sheet.. ngobrol-ngobrol, berbagi tawa, berbagi kopi, berbagi ubi (enak gila!) dan menghitung rencana perjalanan selanjutnya.. jam 9 dan semuanya lalu bubar, hanya hujan yang tetap setia!

Tiba-tiba, hari ini sudah besok!
Jam 8 baru bangun dan hujan makin menggila diluar. Di dalam tenda, di balik sleeping bag tentu hangat. Nikmatnya tidur ditemani suara hujan ini, bayangkan 10 jam aku mampu tidur, disini.

Hari ini semua berjalan cepat. Bangun, masak, makan, nunggu hujan mengecil, beres-beres, packing dan berangkat!! Sebelum jalan pertanyaan dari kakek Pemburu adalah "Mau yang singkat tapi pake nanjak ato yang panjang tapi turun terus?" ha ha.. "yang turun terussss...".
Sungguh pilihan bijak, bijak sekali.
Semua bergerak cepat dan tiba-tiba kami sudah ada di kebon teh..

.. lagi, satu perjalanan menyenangkan, dengan temen-temen yang menyenangkan..

jika diawal, saat sebelum jalan aku tau aku akan bertemu dengan Badai - dengan Hujan tanpa henti itu - aku akan tetap pergi. Belum tentu akan ada kesempatan seperti malam itu lagi, boleh bernafas & berjalan bersama Badai!!


sunu, semud, vera, irene, om cupi, om azdath .. ..

terima kasih!